 |
status Bromo : Waspada |
Pukul tiga dini hari,
salah satu teman membangunkan saya untuk segera bersiap ‘menangkap’ matahari
terbit. Tanpa
sleeping bag, udara
dingin khas pegunungan meresap ketubuh membuat hidung tak pamit-pamit untuk
bersin. Rasanya semalam, penginapan murah ini tidak terlalu dingin apalagi kami
tidur sekasur bertiga, ditambah keyakinan bahwa ternyata Bromo tidak sedingin
Dieng. Tapi akhirnya jaket dua lapis tetap saya pakai untuk melawan udara
luar yang lebih dingin.
 |
angkutan utama di kawasan Bromo |
Setengah empat, Mas Bahrim,
kenalan kami di perjalanan belum juga bangun padahal dialah juru kunci kami
untuk mendapatkan
hardtop, kenalan
kami yang lain pasangan suami istri dari Malaysia
malah
sudah terlihat membersihkan diri.
Rencananya kami bertujuh akan menyewa satu
hardtop
dengan rute langsung ke kawah Bromo, bukan rute kebanyakan orang ketika ingin
menangkap
sunrise. Setelah kami
bangunkan Mas Bahrim ternyata kami masih harus menunggu temannya yang belum
bersiap-siap, teman saya sudah gelisah takut ketinggalan
sunrise karena rasanya kami akan jalan cukup jauh ditambah
banyaknya iringan
hardtop yang
melintasi kami seakan menyampaikan pesan “
ayo
buruan... tar ketinggalan loh!” yang membuat saya juga ikut pusing karena
si
hardtop tak kelihatan moncong
besinya.
Pukul empat pagi,
kendaraan kami datang. Sebelumnya disepakati angka 200 ribu untuk menuju Kawah
dan kembali ke penginapan. Itulah untungnya punya kenalan yang berdarah Madura,
tawar teruss!! karena di Bromo ternyata banyak sekali penutur madura, mungkin
pendatang atau memang jadi bisa berbahasa madura. Pantas, saya yang cukup
familiar dengan bahasa jawa kesulitan sekali mengerti pembicaraan mereka “
ini bahasa jawatimuran ya? kok gak
ngerti...apa madura ya.. atau Bali” pikir saya
. Biasanya
dengan rute kebanyakan, tiga sampai lima tempat wisata (penanjakan – kawah –
bukit teletubies – padang savana – pasir berbisik) akan dikenakan biaya antara
600 – 750 ribu rupiah. Tapi kawah bromo adalah intinya dan kami ingin melihat
kawah dengan jelas saat
sunrise, karena katanya kalau lebih
siang kawah ini susah terlihat
karena sudah banyak asap. Tapi kalau memang ingin melihat
sunrise dengan latar Gunung Bromo,
Gn. Batok sampai
Gn. Semeru seperti yang
ada di banyak foto promosi Bromo, kita bisa menuju Penanjakan terlebih dahulu.
 |
Gn. Batok saat sunrise |
Mobil yang bisa menampung
sampai delapan orang ini ternyata tidak berjalan cukup jauh (setidaknya bagi
kami yang tukang jalan kaki hehe) tak sampai 10 menit. Mungkin karena
penginapan kami pun ada diatas bukit, termasuk deretan ujung dekat pintu masuk
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Untuk menuju kawah kami harus
jalan kaki melintasi padang pasir yang luas, masih gelap dengan udara yang
tipis. Lalu kita akan mandaki menuju kawah dengan melewati anak tangga yang
konon jumlahnya berubah-ubah jika dihitung, tapi sebagian lagi menyebutkan
angka pasti, 250 anak tangga. Kalau saya sih gak mau hitung, mau naik!
Menikmati matahari terbit memang indah,
saya jadi ingat bagaimana saya pertama kali menikmatinya di Dieng (baca Sunrise Dieng dan Ruwatan Rambut Gembel).
Pemandangan di Bromo tentu sangatlah berbeda, selain menanti detik-detik
bintang besar itu muncul, mata saya dimanjakan pemandangan padang savana berkabut
yang dipagari tebing-tebing tinggi dikejauhan. Sempat terpikir rasanya ingin
melintasi padang savana itu berjalan kaki, tentu sangat menyegarkan. Gunung
Batok pun
terlihat
sangat dekat, jelas menampilkan konturnya yang seperti sulur-sulur hijau.
 |
Menanti matahari puncak Bromo |

Puncak G
unung Bromo yang tidak terlalu luas itu sudah dipenuhi puluhan
orang, ada yang berdiri sementara
beberapa memaksa duduk menunggu mataha
ri muncul. Ketika semburat kuning mulai menghiasi
langit biru
di
kejauhan, sebagian
sibuk memotret sebagian
lain termasuk saya hanya memandang menikmati paparan sinar yang mulai
menampilkan jelas pemandangan sekitar. Gunung Batok tampak mulai terlihat
jelas, hijau yang indah, kabut yang menutup padang savana pun perlahan hilang
seiring naiknya matahari. Pemandangan kawasan Bromo yang berbukit,
lembah-lembah tidak terlalu dalam dan lautan pasirnya terlihat sangat indah. Pemandangan
disisi lainnya adalah kepulan asap yang keluar dari kawah, menegaskan betapa
gunung ini memang masih aktif. Kawahnya yang terlihat jelas dan dalam
memberikan rasa yang lain, seperti menunggu untuk kapan saja bisa menunjukkan
kedahsyatannya.
Emang dahsyat ya, Bromo ini..masih takjub ada yang begini di negeri sendiri..
ReplyDeleteiyah, mantep apalagi bisa jalan kaki di savana nya hehe
ReplyDeletesayang sekali gw kgk bisa ikut euy
ReplyDeletenext time gw mesti kesana
(eko.setiawan)
yupp... ajak budi sama agus juga tuh hehe
Delete