Sunday 7 April 2013

Menikmati savana tanpa hardtop

Ramainya turun gunung. Cloudy savanna here we come :)

Hardtop memang sepertinya jadi pengantar utama ketika kita ingin menikmati berbagai tempat menarik di Bromo. Selain kontur jalan yang berpasir, secara jarak katanya tempat-tempat ‘populer’ berada cukup jauh satu sama lain seperti Penanjakan (tempat melihat sunrise), kawah Bromo, padang savana, Bukit Teletubies dan Pasir Berbisik. Tapi bila dilihat lagi, sebetulnya Kawah Bromo ke Padang Savana tidaklah terlalu jauh. Toh si mobil 4WD itu tidak benar-benar mengantar kita ke tempat tujuan, yang artinya harus jalan kaki juga malah lebih banyak jalannya.

Mulailah berjalan kaki !!
Nah, atas dasar inilah, ditambah penginapan saya yang dekat pintu masuk, dan setelah memetakan jalur untuk berjalan kaki (hehe) akhirnya saya bertiga memutuskan untuk tidak ikut hardtop rombongan pulang setelah dari kawah Bromo (bayarnya si tetep PP hehe). Tidak perlu dulu lah menuju Bukit Teletubies ataupun Pasir Berbisik, saya lebih ingin menikmati padang savana, menikmati awan-awan rendah diatasnya dan angin gunung yang sejuk dengan berjalan kaki tanpa terburu waktu.

Pura Luhu Poten, banyak kuda lari kenceng, mantep!
Oia, di padang pasir kaki Gunung Bromo, ada sebuah pura hindu yang terlihat sangat eksotis berbalut kabut, apalagi ketika melihatnya dari atas. Indah sekali berlatar deretan bukit hijau. Pura ini biasa dijadikan tempat upacara Kesodo (Yadnya Kasada) bagi umat hindu. Gunung Bromo memang jadi gunung suci bagi umat hindu suku Tengger. Saya datang tidak jauh setelah perayaan Galungan, jadi banyak sekali umbul-umbul (disebutnya penjor) di depan setiap rumah, seperti ikut merasakan bagaimana Bromo (Brahma) menjadi sangat berarti bagi mereka, menjaga mereka, memberikan hidup untuk mereka. Upacara Kesodo sendiri dilakukan setiap bulan kesepuluh kalender Jawa, kalau menurut hitungan saya, tahun ini datanglah di sekitar bulan Agustus -September saat purnama. Kesodo akan berlangsung dari tengah malam hingga dini hari.

Thursday 4 April 2013

Sunrise di puncak Bromo

status Bromo : Waspada
Pukul tiga dini hari, salah satu teman membangunkan saya untuk segera bersiap ‘menangkap’ matahari terbit. Tanpa sleeping bag, udara dingin khas pegunungan meresap ketubuh membuat hidung tak pamit-pamit untuk bersin. Rasanya semalam, penginapan murah ini tidak terlalu dingin apalagi kami tidur sekasur bertiga, ditambah keyakinan bahwa ternyata Bromo tidak sedingin Dieng. Tapi akhirnya jaket dua lapis tetap saya pakai untuk melawan udara luar yang lebih dingin.

angkutan utama di kawasan Bromo
Setengah empat, Mas Bahrim, kenalan kami di perjalanan belum juga bangun padahal dialah juru kunci kami untuk mendapatkan hardtop, kenalan kami yang lain pasangan suami istri dari Malaysia malah sudah terlihat membersihkan diri. Rencananya kami bertujuh akan menyewa satu hardtop dengan rute langsung ke kawah Bromo, bukan rute kebanyakan orang ketika ingin menangkap sunrise. Setelah kami bangunkan Mas Bahrim ternyata kami masih harus menunggu temannya yang belum bersiap-siap, teman saya sudah gelisah takut ketinggalan sunrise karena rasanya kami akan jalan cukup jauh ditambah banyaknya iringan hardtop yang melintasi kami seakan menyampaikan pesan “ayo buruan... tar ketinggalan loh!” yang membuat saya juga ikut pusing karena si hardtop tak kelihatan moncong besinya.

Pukul empat pagi, kendaraan kami datang. Sebelumnya disepakati angka 200 ribu untuk menuju Kawah dan kembali ke penginapan. Itulah untungnya punya kenalan yang berdarah Madura, tawar teruss!! karena di Bromo ternyata banyak sekali penutur madura, mungkin pendatang atau memang jadi bisa berbahasa madura. Pantas, saya yang cukup familiar dengan bahasa jawa kesulitan sekali mengerti pembicaraan mereka “ini bahasa jawatimuran ya? kok gak ngerti...apa madura ya.. atau Bali” pikir saya. Biasanya dengan rute kebanyakan, tiga sampai lima tempat wisata (penanjakan – kawah – bukit teletubies – padang savana – pasir berbisik) akan dikenakan biaya antara 600 – 750 ribu rupiah. Tapi kawah bromo adalah intinya dan kami ingin melihat kawah dengan jelas saat sunrise, karena katanya kalau lebih siang kawah ini susah terlihat karena sudah banyak asap. Tapi kalau memang ingin melihat sunrise dengan latar Gunung Bromo, Gn. Batok sampai Gn. Semeru seperti yang ada di banyak foto promosi Bromo, kita bisa menuju Penanjakan terlebih dahulu.