Thursday, 4 April 2013

Sunrise di puncak Bromo

status Bromo : Waspada
Pukul tiga dini hari, salah satu teman membangunkan saya untuk segera bersiap ‘menangkap’ matahari terbit. Tanpa sleeping bag, udara dingin khas pegunungan meresap ketubuh membuat hidung tak pamit-pamit untuk bersin. Rasanya semalam, penginapan murah ini tidak terlalu dingin apalagi kami tidur sekasur bertiga, ditambah keyakinan bahwa ternyata Bromo tidak sedingin Dieng. Tapi akhirnya jaket dua lapis tetap saya pakai untuk melawan udara luar yang lebih dingin.

angkutan utama di kawasan Bromo
Setengah empat, Mas Bahrim, kenalan kami di perjalanan belum juga bangun padahal dialah juru kunci kami untuk mendapatkan hardtop, kenalan kami yang lain pasangan suami istri dari Malaysia malah sudah terlihat membersihkan diri. Rencananya kami bertujuh akan menyewa satu hardtop dengan rute langsung ke kawah Bromo, bukan rute kebanyakan orang ketika ingin menangkap sunrise. Setelah kami bangunkan Mas Bahrim ternyata kami masih harus menunggu temannya yang belum bersiap-siap, teman saya sudah gelisah takut ketinggalan sunrise karena rasanya kami akan jalan cukup jauh ditambah banyaknya iringan hardtop yang melintasi kami seakan menyampaikan pesan “ayo buruan... tar ketinggalan loh!” yang membuat saya juga ikut pusing karena si hardtop tak kelihatan moncong besinya.

Pukul empat pagi, kendaraan kami datang. Sebelumnya disepakati angka 200 ribu untuk menuju Kawah dan kembali ke penginapan. Itulah untungnya punya kenalan yang berdarah Madura, tawar teruss!! karena di Bromo ternyata banyak sekali penutur madura, mungkin pendatang atau memang jadi bisa berbahasa madura. Pantas, saya yang cukup familiar dengan bahasa jawa kesulitan sekali mengerti pembicaraan mereka “ini bahasa jawatimuran ya? kok gak ngerti...apa madura ya.. atau Bali” pikir saya. Biasanya dengan rute kebanyakan, tiga sampai lima tempat wisata (penanjakan – kawah – bukit teletubies – padang savana – pasir berbisik) akan dikenakan biaya antara 600 – 750 ribu rupiah. Tapi kawah bromo adalah intinya dan kami ingin melihat kawah dengan jelas saat sunrise, karena katanya kalau lebih siang kawah ini susah terlihat karena sudah banyak asap. Tapi kalau memang ingin melihat sunrise dengan latar Gunung Bromo, Gn. Batok sampai Gn. Semeru seperti yang ada di banyak foto promosi Bromo, kita bisa menuju Penanjakan terlebih dahulu.


Gn. Batok saat sunrise
Mobil yang bisa menampung sampai delapan orang ini ternyata tidak berjalan cukup jauh (setidaknya bagi kami yang tukang jalan kaki hehe) tak sampai 10 menit. Mungkin karena penginapan kami pun ada diatas bukit, termasuk deretan ujung dekat pintu masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Untuk menuju kawah kami harus jalan kaki melintasi padang pasir yang luas, masih gelap dengan udara yang tipis. Lalu kita akan mandaki menuju kawah dengan melewati anak tangga yang konon jumlahnya berubah-ubah jika dihitung, tapi sebagian lagi menyebutkan angka pasti, 250 anak tangga. Kalau saya sih gak mau hitung, mau naik!

Menikmati matahari terbit memang indah, saya jadi ingat bagaimana saya pertama kali menikmatinya di Dieng (baca Sunrise Dieng dan Ruwatan Rambut Gembel). Pemandangan di Bromo tentu sangatlah berbeda, selain menanti detik-detik bintang besar itu muncul, mata saya dimanjakan pemandangan padang savana berkabut yang dipagari tebing-tebing tinggi dikejauhan. Sempat terpikir rasanya ingin melintasi padang savana itu berjalan kaki, tentu sangat menyegarkan. Gunung Batok pun terlihat sangat dekat, jelas menampilkan konturnya yang seperti sulur-sulur hijau.
Menanti matahari puncak Bromo
Puncak Gunung Bromo yang tidak terlalu luas itu sudah dipenuhi puluhan orang, ada yang berdiri sementara beberapa memaksa duduk menunggu matahari muncul. Ketika semburat kuning mulai menghiasi langit biru di kejauhan, sebagian sibuk memotret sebagian lain termasuk saya hanya memandang menikmati paparan sinar yang mulai menampilkan jelas pemandangan sekitar. Gunung Batok tampak mulai terlihat jelas, hijau yang indah, kabut yang menutup padang savana pun perlahan hilang seiring naiknya matahari. Pemandangan kawasan Bromo yang berbukit, lembah-lembah tidak terlalu dalam dan lautan pasirnya terlihat sangat indah. Pemandangan disisi lainnya adalah kepulan asap yang keluar dari kawah, menegaskan betapa gunung ini memang masih aktif. Kawahnya yang terlihat jelas dan dalam memberikan rasa yang lain, seperti menunggu untuk kapan saja bisa menunjukkan kedahsyatannya.



4 comments:

  1. Emang dahsyat ya, Bromo ini..masih takjub ada yang begini di negeri sendiri..

    ReplyDelete
  2. iyah, mantep apalagi bisa jalan kaki di savana nya hehe

    ReplyDelete
  3. sayang sekali gw kgk bisa ikut euy

    next time gw mesti kesana

    (eko.setiawan)

    ReplyDelete
    Replies
    1. yupp... ajak budi sama agus juga tuh hehe

      Delete