Sunday, 7 December 2014

Bali : Unforgettable Ubud

Alam dataran tinggi kawasan Bedugul jadi teman perjalanan saya meninggalkan Pura Ulun Danu di danau Beratan yang aduhai indahnya. Bukit-bukit berselimut awan diatas danau birunya itu benar-benar memanjakan
mata. Ditambah udaranya yang sejuk, saya pun cepat lapar dan dengan lahap menghabiskan ayam betutu (dan kawan-kawannya) yang saya pesan disana. Terbayar sudah capeknya satu jam berkendara motor dari Kuta.

Di sepanjang perjalanan pulang ini saya termenung sendiri. Bali, begitu berbeda dengan (tentunya) Pulau Jawa, tempat saya dibesarkan. Budaya yang mengakar kuat di masayarakat dan semua penampakan bangunan khasnya benar-benar sukses membuat saya merasa asing. Sebut saja pura, dupa, sesajian bunga-bunga berwarna didepan setiap rumah bahkan dipinggir jalan sampai banyaknya resto Babi Guling (hehe) adalah pemandangan yang jarang saya lihat di Jawa. Sekaligus kagum dan senang, karena Bali dengan semua pemandangan menakjubkan, budaya dan masyarakat Hindunya entah bagaimana begitu tampak eksotis, cantik, ah bagaimana ya bilangnya, coba sajalah googling, pasti mengerti apa yang saya maksud (hehe).

Di salah satu sudut Ubud
Ubud adalah tujuan saya. Selain alam yang cantik, saya selalu ingin ke Bali untuk melihat langsung kebudayaan tinggi, sejarah bahkan mitos yang tersemat disetiap bangunan bersejarahnya yang menjadikan Bali dan masyarakatnya tampak sulit untuk dilupakan. Dan Ubud, menurut saya adalah tempat yang paling tepat untuk menemukan itu semua, sehingga saya selalu ingin bisa bermalam disana yang akhirnya tercapai, Yeay!

“Ada yang salah dengan ban motornya!” batin saya.
Lamunan saya buyar berganti perasaan kaget. Ban motor kami bocor. Tengok sana-sini dan ternyata Tuhan masih sayang dengan kami. Hanya bermodal dorong motor beberapa langkah kami sudah tiba di bengkel yang setelah menunggu beberapa lama, abang montir bilang “Wah tambalan yang sebelumnya bocor mas, bisa aja ditambal lagi tapi mungkin bisa bocor lagi” yang segera saya tahu maksudnya adalah “beli ban dalam baru aja mas” lalu cepat berpikir bahwa ini motor sewaan tapi sejurus kemudian sepakat karena hari sudah sangat sore dan mau cepat sampai. Waduh enak niy Ichi Bike Rent (hehe peace ah mas Ferry).

Banyak penginapan murah
dan nyaman di Ubud :)
Omah D’taman Guest House yang ada di Jl.Sriwedari adalah pilihan kami untuk menginap. Karena insiden ban bocor, kami tiba di Ubud saat hari sudah beranjak malam. Dan ternyata sulit sekali untuk mencapai Sriwedari, bukan karena daerahnya terpencil tapi pertama, kami tersesat ke hotel dengan nama yang mirip, lalu kedua harus putar balik cari alternatif karena jalan utama ditutup untuk keperluan acara keagamaan. Kalau yang ini spontan saya girang. Bagaimana tidak, baru sampai Ubud saya sudah disuguhi pemandangan arak-arakan warga dalam balutan safari/kebaya putih berhias udeng (ikat kepala pria) atau senteng (selendang wanita) dan dilengkapi dengan kamen atau kain besar yang menutupi tubuh bagian bawah. Sesajian untuk upacara, bunga kamboja/jepun putih kuning yang tersemat tak ayal membuat saya terkagum sendiri. Musik/gamelan khas bali yang ditabuh cepat dan lantang pun dimainkan dari atas truk oleh warga. Aih, luhurnya budaya ini. Bali banget.

Tenangnya teras Omah D'Taman, sebelum sarapan diantar :)
Mereka menuju pura dekat jembatan di Jl Raya Ubud yang tadi ketika tersesat sempat saya lihat. Saya pun coba melihat perayaan tersebut, walau dari jauh. Pura Gunung Lebah namanya, dan malam itu memang dipenuhi banyak sekali warga yang merayakan Hari Raya Tumpek Landep. Banyak sekali bambu kuning melengkung berhias janur (Penjor) mengelilingi Pura. Alunan doa dan musik terdengar dari Pura. Ramai dan sakral upacara malam itu. Jalanan sekitarnya karuan macet. Tapi saya rela demi melirik perayaan ini. Pura Gunung Lebah yang dibangun abad 8 masehi ini memang punya sejarah penting karena merupakan cikal bakal lahirnya desa Ubud.
  
Selepas melirik perayaan Tumpek Landep kami mulai kelaparan dan jalan kaki cari makan. Jalan kaki malam hari jadi pilihan pas dan bijak untuk menikmati Ubud. Tak ada jalanan lebar ala ibukota. Yang ada hanya jalanan beraspal kecil dengan deretan resto dan butik taraf internasional menyatu dengan pura-pura cantik bak istana kerajaan Hindu dulu. Semua denyut kehidupan malamnya begitu terasa pelan, tenang, nyaman, berbeda sekali dengan Kuta apalagi ditambah pemandangan khas warga yang berbalut busana adat hilir mudik sibuk dengan perayaan keagamaannya. Ternyata susah juga cari makanan halal untuk kami (hehe) sampai akhirnya saya temukan restoran bertuliskan borneo yang menyematkan logo ‘halal’ dengan aneka masakan seafood yang cukup lezat nampaknya. Bicara harga? Rasanya ingin teriak “jangan samakan saya dengan bule-bule itu”. >_<

Salah satu upacara di Pura Tirtha Empul
Daya tarik ubud sebagai pusat budaya Bali memang seperti magnet kuat yang menarik banyak wisatawan dari seluruh dunia. Banyak sejarah yang bisa kita pelajari, lukisan yang bisa kita nikmati, pertunjukan tari yang bisa kita saksikan, atau sekedar bersepeda dan leyeh-leyeh di kamar hotel/guesthouse murah dan nyaman yang bertebaran di Ubud. Semua sangat menyenangkan, seakan waktu tak pernah jadi masalah dan buru-buru tidak pernah jadi kata favorit. Tempat wisatanya pun juara. Sekali ini saya ke Ubud, saya selalu rindu dan selalu ingin datang lagi.

Lets hear another stories from my pics...
Jalan-jalan di Pasar Ubud tidak ada salahnya, banyak lukisan cantik
pintar-pintarlah menawar :)
Mandala Wisata Wenara Wana (Monkey forest), gak masuk, takut! :p
trauma sama binatang satu itu (haha) sepertinya adem banget didalam, dan ada pura juga.
Ubud Palace, lokasi ini dekat sekali di pusat Jl. Raya Ubud
berdekatan dengan Museum Puri Lukisan yang mahal tapi bagus itu (hehe)
Goa Gajah, yang masih dalam daftar tunggu UNESCO untuk warisan budaya.
Disana juga terdapat kolam pemandian yang diisi banyak arca, mampir ya!
Pura Tirtha Empul, bukan Tampak Siring. TS itu istana presiden :)
tapi kenapa kalo cari tampak siring selalu kesini merujuknya (haha) kami tersesat karena itu.
Inilah icon Ubud yang selalu saya cari dan ingin melihat langsung. Beautiful!
Terasering di Desa Tegalalang dengan sistem pengairan Subak yang merupakan Warisan Budaya UNESCO

Selanjutnya saya ingin menjelajahi daerah selatan Bali, Uluwatu.

2 comments:

  1. aduhh bay...pujangga banget ayat kamu...=)

    ReplyDelete
  2. Hehehe supaya bisa buat buku nanti haha.. Mimpi aja..

    ReplyDelete