Alam dataran tinggi
kawasan Bedugul jadi teman perjalanan saya meninggalkan Pura Ulun Danu di danau
Beratan yang aduhai indahnya. Bukit-bukit berselimut awan diatas danau birunya itu
benar-benar memanjakan
mata. Ditambah udaranya yang sejuk, saya pun cepat lapar
dan dengan lahap menghabiskan ayam betutu (dan kawan-kawannya) yang saya pesan
disana. Terbayar sudah capeknya satu jam berkendara motor dari Kuta.
Di sepanjang perjalanan pulang
ini saya termenung sendiri. Bali, begitu berbeda dengan (tentunya) Pulau Jawa, tempat
saya dibesarkan. Budaya yang mengakar kuat di masayarakat dan semua penampakan bangunan
khasnya benar-benar sukses membuat saya merasa asing. Sebut saja pura, dupa,
sesajian bunga-bunga berwarna didepan setiap rumah bahkan dipinggir jalan
sampai banyaknya resto Babi Guling (hehe) adalah pemandangan yang jarang saya
lihat di Jawa. Sekaligus kagum dan senang, karena Bali dengan semua pemandangan
menakjubkan, budaya dan masyarakat Hindunya entah bagaimana begitu tampak
eksotis, cantik, ah bagaimana ya bilangnya, coba sajalah googling, pasti mengerti apa yang saya maksud (hehe).
Di salah satu sudut Ubud |
Ubud adalah tujuan saya.
Selain alam yang cantik, saya selalu ingin ke Bali untuk melihat langsung
kebudayaan tinggi, sejarah bahkan mitos yang tersemat disetiap bangunan
bersejarahnya yang menjadikan Bali dan masyarakatnya tampak sulit untuk
dilupakan. Dan Ubud, menurut saya adalah tempat yang paling tepat untuk
menemukan itu semua, sehingga saya selalu ingin bisa bermalam disana yang
akhirnya tercapai, Yeay!
“Ada yang salah dengan ban motornya!” batin saya.
Lamunan saya buyar
berganti perasaan kaget. Ban motor kami bocor. Tengok sana-sini dan ternyata Tuhan
masih sayang dengan kami. Hanya bermodal dorong motor beberapa langkah kami
sudah tiba di bengkel yang setelah menunggu beberapa lama, abang montir bilang
“Wah tambalan yang sebelumnya bocor mas, bisa aja ditambal lagi tapi mungkin
bisa bocor lagi” yang segera saya tahu maksudnya adalah “beli ban dalam baru aja
mas” lalu cepat berpikir bahwa ini motor sewaan tapi sejurus kemudian sepakat
karena hari sudah sangat sore dan mau cepat sampai. Waduh enak niy Ichi Bike
Rent (hehe peace ah mas Ferry).
Banyak penginapan murah dan nyaman di Ubud :) |
Omah D’taman Guest House
yang ada di Jl.Sriwedari adalah pilihan kami untuk menginap. Karena insiden ban
bocor, kami tiba di Ubud saat hari sudah beranjak malam. Dan ternyata sulit
sekali untuk mencapai Sriwedari, bukan karena daerahnya terpencil tapi pertama,
kami tersesat ke hotel dengan nama yang mirip, lalu kedua harus putar balik
cari alternatif karena jalan utama ditutup untuk keperluan acara keagamaan.
Kalau yang ini spontan saya girang. Bagaimana tidak, baru sampai Ubud saya
sudah disuguhi pemandangan arak-arakan warga dalam balutan safari/kebaya putih
berhias udeng (ikat kepala pria) atau senteng (selendang wanita) dan dilengkapi
dengan kamen atau kain besar yang menutupi tubuh bagian bawah. Sesajian untuk
upacara, bunga kamboja/jepun putih kuning yang tersemat tak ayal membuat saya
terkagum sendiri. Musik/gamelan khas bali yang ditabuh cepat dan lantang pun
dimainkan dari atas truk oleh warga. Aih, luhurnya budaya ini. Bali banget.
Tenangnya teras Omah D'Taman, sebelum sarapan diantar :) |
Mereka menuju pura dekat
jembatan di Jl Raya Ubud yang tadi ketika tersesat sempat saya lihat. Saya pun coba
melihat perayaan tersebut, walau dari jauh. Pura Gunung Lebah namanya, dan
malam itu memang dipenuhi banyak sekali warga yang merayakan Hari Raya Tumpek
Landep. Banyak sekali bambu kuning melengkung berhias janur (Penjor)
mengelilingi Pura. Alunan doa dan musik terdengar dari Pura. Ramai dan sakral upacara
malam itu. Jalanan sekitarnya karuan macet. Tapi saya rela demi melirik
perayaan ini. Pura Gunung Lebah yang dibangun abad 8 masehi ini memang punya
sejarah penting karena merupakan cikal bakal lahirnya desa Ubud.
Salah satu upacara di Pura Tirtha Empul |
Daya tarik ubud sebagai
pusat budaya Bali memang seperti magnet kuat yang menarik banyak wisatawan dari
seluruh dunia. Banyak sejarah yang bisa kita pelajari, lukisan yang bisa kita
nikmati, pertunjukan tari yang bisa kita saksikan, atau sekedar bersepeda dan
leyeh-leyeh di kamar hotel/guesthouse
murah dan nyaman yang bertebaran di Ubud. Semua sangat menyenangkan, seakan
waktu tak pernah jadi masalah dan buru-buru tidak pernah jadi kata favorit. Tempat
wisatanya pun juara. Sekali ini saya ke Ubud, saya selalu rindu dan selalu
ingin datang lagi.
Jalan-jalan di Pasar Ubud tidak ada salahnya, banyak lukisan cantik pintar-pintarlah menawar :) |
Mandala Wisata Wenara Wana (Monkey forest), gak masuk, takut! :p trauma sama binatang satu itu (haha) sepertinya adem banget didalam, dan ada pura juga. |
Ubud Palace, lokasi ini dekat sekali di pusat Jl. Raya Ubud berdekatan dengan Museum Puri Lukisan yang mahal tapi bagus itu (hehe) |
Goa Gajah, yang masih dalam daftar tunggu UNESCO untuk warisan budaya. Disana juga terdapat kolam pemandian yang diisi banyak arca, mampir ya! |
Pura Tirtha Empul, bukan Tampak Siring. TS itu istana presiden :) tapi kenapa kalo cari tampak siring selalu kesini merujuknya (haha) kami tersesat karena itu. |
Inilah icon Ubud yang selalu saya cari dan ingin melihat langsung. Beautiful! Terasering di Desa Tegalalang dengan sistem pengairan Subak yang merupakan Warisan Budaya UNESCO |
Selanjutnya saya ingin menjelajahi daerah selatan Bali, Uluwatu.
aduhh bay...pujangga banget ayat kamu...=)
ReplyDeleteHehehe supaya bisa buat buku nanti haha.. Mimpi aja..
ReplyDelete