Saturday 16 November 2013

Sunrise Puncak Lawu : Cemoro Sewu


Menantikan Tawangmangu!
Rencana, kita memang hanya bisa berencana tapi akhirnya siapa yang tahu juga (ngomong apa ya hehe). Pendakian ke Gunung Lawu semula direncanakan oleh tiga orang, saya dan dua teman kantor, tapi ternyata takdir berkata lain (cieh) hanya saya dan Ardi yang bisa merasakan sensasi di atas awan itu. Yup, Gunung Lawu dengan ketinggian 3265 m dpl katanya benar-benar bisa membuat kita merasakan sensasi di atas awan. Tapi hanya dua orang menuju puncak itu cukup terdengar mengerikan, kalau kami berdua sakit, kalau ada apa-apa, apalagi gunungnya jauh lebih tinggi dari Gn. Pangrango yang pernah saya daki sebelumnya (amatir euy). Bismillah...

Cuti dua hari dari kantor sudah disiapkan, tiket kereta Jakarta-Solo PP pun sudah dipesan satu bulan sebelumnya (untuk tiga orang bahkan hehe). Jumat sore kami sudah tiba di Stasiun Senen setia menanti KA Brantas, kereta api ekonomi yang sekarang sudah difasilitasi pendingin tapi tetap murah karena dapat subsidi. Untuk harga Jakarta-Solo PP kami hanya mengeluarkan biaya 125 ribu per orangnya (jadi pengen naik kereta kan!). Nah, dari Solo rencananya kami akan naik bus menuju Tawangmangu untuk selanjutnya ke daerah Cemoro Sewu dan disanalah titik pendakian dimulai.

Menanti bus ke Tawangmangu..
Kereta mulai meninggalkan Senen sekitar pukul 4 sore, bila sesuai jadwal (maklum ekonomi hehe) kami akan tiba di Stasiun Solo Jebres pukul 3 pagi keesokan hari. Selama 11 jam perjalanan tersebut, sepanjang yang saya ingat, saya mulai dengan tidur, ngobrol sama Ardi, makan malam nasi goreng, tidur, melamun, ngobrol, tidur lagi, nyemil, ngobrol sama bapak-bapak yang duduk depan kami (yang ternyata cerita mulu), kode-kodean sama ardi buat gantian ‘ngeladenin’ obrolan si Bapak (piss Pak hehe), dengerin musik, baca novel (Duh, bawanya novel Toto Chan! 5 cm gitu kek ya).

Pas melamun, ingat kejadian seru di Senen tadi sore, adalah seorang Bapak yang sepertinya tentara/polisi sedang dimarahi petugas karena kedapatan membawa burung sangkar masuk kedalam peron. Si Bapak marah ‘kan cuma burung? Bukan narkoba’ petugas tetap bersikeras tidak boleh dibawa ‘Bapak lihat di belakang tiket ada peraturannya’ bahkan komandan si petugas pun ditelepon untuk diminta datang (tapi tidak jadi datang) setelah cekcok sana-sini dan pastinya ditonton orang se-peron, klimaksnya sangkar burung dibanting si Bapak dengan emosi tinggi, saya tak berani lihat sebetulnya, saya kira si burung mati karena sangkar hancur dan punutup kertasnya pun robek tak karuan! Tragis! Kenapa pas checkin boleh masuk ya, kenapa juga si Bapak bawa-bawa burung pulang kampung. Burung sang korban!

Semoga itu bukan pertanda buruk ya buat kami (hehe). Hampir jam 4 dini hari kami sampai di Solo Jebres, saatnya turun meregangkan badan dan menunggu untuk solat subuh di dalam stasiun. Stasiun sekarang kan enak, ‘sepi’! Solo Jebres memang pastinya tidak sebagus dan sebesar Solo Balapan, ini hanya stasiun ‘kedua’ tapi tetap saja nyaman, fasilitas yang cukup dengan bangunan ala eropa yang tetap bisa memanjakan mata.

Maaf bagasinya kepake semua he..
Tawangmangu, ini kali pertama saya datang ke kota ini, sebelumnya saya memang pernah mendengar mengenai keindahan alam pegunungannya juga wisata air terjun Grojogan Sewu yang terkenal. Sesampai di terminal, hawa dingin memang langsung menyambut saya dengan latar Gunung Lawu di kejauhan. Selama perjalanan menuju Cemoro Sewu (naik colt yang ngetem lama membawa hampir 17 orang penumpang!) pemandangannya benar-benar indah, sawah hijau terasering ditanami padi tak jarang bawang atau sayuran hijau semacamnya, hawanya sejuk membuat bernafas disini terasa nyaman berbeda dari Jakarta (hehe). Penduduknya pun ramah, mereka sepertinya kenal satu sama lain tak peduli berapa jauh rumah mereka. Semua perpaduan itu cukup membuat saya yakin akan pendakian ini.

‘Gunung Lawunya kebakaran kemarin Mas, akan ada pemeriksaan petugas, nanti dikabarkan jam dua apakah bisa dibuka atau tidak, Masnya bisa ambil jalur Cemoro Kandang kalau mau langsung naik’

Itulah setidaknya yang saya tangkap dari perkataan petugas di pos Cemoro Sewu. Nah, apes! Gara-gara burung kah? Hehe gak lah ya..

Saya dan Ardi memutuskan untuk menunggu. Rutinitas kembali diulang, tidur, ngobrol, tidur lagi, keliling-keliling, solat lalu makan siang yang tadi sempat kami beli di terminal. Jam dua siang tiba, ternyata diputuskan Cemoro Sewu tidak bisa dibuka. Beberapa pendaki langsung mundur kembali ke Cemoro Kandang yang tadi memang kami lewati saat naik colt. Ini diluar rencana kami memang, inginnya jam 2 ini kami mungkin sudah bisa ada di pos pertama pendakian menuju puncak. Oke, kami lihat sekeliling ternyata banyak juga pendaki yang turun lewat jalur Cemoro Sewu, kami tanya seperti apa kondisi di atas dan mereka bilang ‘sudah baik-baik saja’. Lalu kami bertemu pendaki solo yang juga berkata hal yang sama. Yup, dia sendirian naik Gunung Lawu PP seharian, kalau lihat badan masnya yang gak bisa dibilang kecil ini, He just did a great work! Saya pun pasti bisa, apalagi gak sendiri pula!

Mungkin si petugas hanya ingin menghindari ‘kemungkinan’ terbakar lagi karena kondisinya pasti masih agak rawan (mudah kebakaran) jadi lebih baik tidak ada yang naik dulu, toh ada jalur lain. Tapi kami? Bandel (hehe). Tetap naik lewat jalur Cemoro Sewu ini dan tiba-tiba papasan sama petugas itu di tengah jalan, langsung deg-degan jadinya, tapi lantas dia bilang ‘hati-hati jangan buat api ya, kalau ada api tolong dimatikan’ (jiaaahhh) Siap Pak!!!

 
POS satu dan 'gubuk' kami sementara menginap :)
Ada lima pos yang akan kami lewati untuk sampai puncak. Saya mulai melangkah perlahan dan santai. Jalur nya sudah jelas, cukup lebar dan berbatu jadi enak saja untuk dilalui. Saya sempat berpikir masih lebih sulit jalur Pangrango sebelumnya. Tapi saya tetap waspada. Dan yang membuat semangat tentu pemandangan sekitar yang nanti akan dijumpai. Dua jam lebih saya sampai di Pos pertama. Rasanya memang saya masih harus beradaptasi bagaimana naik gunung yang benar, dengan beban tas ransel yang tidak ringan juga kontur yang ternyata terus nanjak, itu semua cukup bahkan sangat menguras nafas dan tenaga. Kami sampai di pos satu hampir pukul 5 sore dan setelah diskusi kami memutuskan menginap dulu disini. Di pos satu ada warung (bahkan katanya di pos 5 pun ada warungnya! Wow) dan kami diajak Bapak Ibu pemilik warung untuk menginap digubuknya daripada di bangunan pos yang sudah pasti dingin.
 
Akan lebih indah di puncak sana....
Pasangan suami istri ini sangat baik, saya sempat berpikir mereka seharusnya pulang kerumah di Sarangan tapi karena ada kami mereka juga jadi ikut menginap di warung. Mereka pun baru sadar dan menyayangkan berita penutupan Cemoro Sewu karena hasilnya warung mereka relatif sepi. Kesempatan ini kami gunakan untuk bisa beristirahat dan juga ngobrol banyak dengan penjual gorengan yang sangat enak ini. Di gubuk memang jauh lebih baik daripada mendirikan tenda. Kami menginap di gubuk yang terpisah dengan mereka, bahkan kami dibekali ‘damar’ yang membuat gubuk kami lebih terang. Wah pokoknya tenteram gitu (hehe). Ketika malam hari saya keluar untuk kencing lalu saya lihat ke atas langit, ratusan mungkin ribuan bintang memenuhi langit biru gelap tersebut. Sangat indah, saya sempat merinding melihat bintang sebanyak itu, terang, berkedip dan benar-benar banyak! Saya sengajakan memandang lama langit itu, sampai dinginnya malam akhirnya memaksa saya masuk kembali ke gubuk. Saya yakin besok pasti banyak hal yang lebih indah di puncak sana.

 

4 comments:

  1. Keren gan. kapan ya ane bisa ke sini....huhu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. lautan awannya keren lho,,
      Suatu saat harus bisa kesana :)

      Delete
  2. kendaraan dari solo ke basecamp pendakian gn.lawu berapaan mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. dari solo ke tawangmangu dulu, naik bis dulu si belasan ribu (lupa euy) trus lanjut colt... lupa juga kayaknya dua puluh ribu :)

      Delete