Changi Int'l Airport - Singapore, fiuh! lengkap..kap! |
Jalan-jalan ke luar
negeri, sudah bukan hal yang terlalu sulit sepertinya. Tiket murah dari low cost airline macam Air Asia atau
Tiger Airways sudah tersedia. Baru beberapa waktu lalu di salah satu situs maskapai
saya menemukan tiket ke negara tetangga hanya dua ribu rupiah, SUPERB! Selain
itu bebas visa di sebagian besar negara ASEAN juga jadi hal yang jelas
mempermudah, minimal kita bisa jalan-jalan ke negara tetangga, bahkan beberapa
negara seperti Hongkong pun bebas visa untuk warga Indonesia. Oia, hal lainnya adalah
daya tarik atau magnet negara asing sepertinya bisa membuat semua kesulitan dianggap
mudah dan itu yang paling penting kan? kalau sudah niat ya sesulit apapun
dilakukan, magnet wisata belanja murah bisa jadi alasan orang nekat pergi ke
Singapura sampai Dubai, daya tarik menikmati hidup modern dan serba teratur
juga mungkin jadi alasan seseorang mengunjungi Eropa sampai Amerika. Atau
alasan yang satu ini, backpacker, keinginan kuat untuk menikmati daerah baru,
menaklukan daerah baru yang berarti menaklukan diri sendiri, mencari jati diri
dan alasan idealis lainnya.
Disisi lain, sebagian
orang memiliki alasan yang lebih khusus (masuk akal) mengapa akhirnya mereka keluar
dari batas negaranya sendiri. Mulai dari alasan keluarga, pendidikan, berobat,
ibadah dan juga pekerjaan. Nah, saya sendiri sekalinya keluar negeri ya karena
tugas pekerjaan dan itulah juga kenapa cerita ini ada di bagian Mumpung story mungkin kalau saya keluar
negeri karena niat jalan-jalan pasti saya buat Lapsus alias laporan khusus sendiri
(hehe). Tapi biarpun karena pekerjaan harus sempat jalan-jalan!
Kinkakuji - Kyoto, Desember 2011 |
Sekitar pukul tujuh malam
saya dan rombongan diminta untuk berkumpul di salah satu restoran terminal
keberangkatan internasional Bandara Soekarno Hatta. Saya sebagai perwakilan
kantor memang tidak bisa santai leha-leha tapi harus mendata peserta yang
kebetulan adalah klien kami dan semuanya Ibu-ibu (hadeuuh) kadang bisa repot
mulai dari bantu angkat koper dari mobil mereka sampai bawel minta mereka
jangan kemana-mana dulu. Tujuan kami adalah Singapura menumpang penerbangan jam
9 malam nanti untuk transit dan kemudian menuju Kobe, Jepang.
Ini jadi pengalaman
pertama saya keluar negeri, naik pesawat kelas dunia (eh tapi Garuda kan juga
kelas dunia ya, Yeay!!) juga pertama kali mengunjungi Jepang. Sangat senang
juga penasaran mengetahui seperti apa perasaan saya ketika kembali ke Jakarta
nanti dan apa yang akan saya kenang (hehe) kan kalau penasaran sama Jepangnya
mah tinggal tanya aja mbah Google.
Ternyata pesawat kelas
dunia pun bisa terlambat, tepatnya dua jam. Kami baru bisa meninggalkan Changi
hampir jam 2 malam untuk kemudian menikmati 7 jam perjalanan yang sangat
nyaman. Ditengah malam entah kenapa saya terbangun setelah cukup nyaman tidur
di pesawat, saya spontan melihat ke jendela yang memang persis di samping saya
dan seketika itu juga saya melihat bintang yang sangat banyak di langit malam.
Langit polosnya benar-benar penuh akan bintang kuning terang dengan kumpulan
awan di bawahnya. Itu benar-benar pengalaman yang membuat saya merinding kagum.
Bintang itu sejajar dengan saya, saya tidak perlu capek-capek mendongakkan
kepala. Efeknya, saya pun lupa untuk sekedar merogoh tas dan merekamnya dengan
kamera mungkin karena terlalu asyik dan sampai akhirnya saya terlelap kembali. Kadang
saya berpikir mungkin Tuhan memang sengaja membuat saya lupa, karena ingatan di
kepala saya ini pasti akan lebih lekat dibanding hanya sekedar jepretan kamera
(iya kalo bagus motonya). Alih-alih
bagus, saya pasti akan mengurangi nilai keindahannya (hehe). Jadi lebih baik
menikmatinya langsung pakai mata kamera sendiri. Ayok!
Mungkin tidak perlu lah
saya ceritakan detil misi kantor yang saya emban, kita langsung skip ke
jalan-jalannya. Pokoknya intinya saya itu datang untuk mengikuti seminar (jauh
ya!) dan mendampingi Ibu-ibu tadi itu (mereka lebih heboh pas sudah sampai
Bandara Osaka/Kansai!). Berarti bisa jalan-jalan? Yupp bahkan waktunya jauh
lebih banyak dari kunjungan dalam negeri, Yeay!
Beautiful Kobe (view from Portopia Hotel) |
Kobe, adalah ibu kota
dari perfektur (seperti provinsi) Hyogo yang ada di bagian Barat Daya kalau
lihat peta kepulauan Jepang. Kobe juga merupakan kota pelabuhan tapi ya jelas
jauh berbeda sama Priok (hehe). Dari yang saya perhatikan, kota ini dan saya
yakin di sebagian besar kota di Jepang, sangat bersih, rapih dan teratur.
Transportasi terintegrasi dengan baik, penduduknya teratur dan memang biasanya
kota-kota seperti ini jadi terkesan sepi. Tapi ketika saya dan teman-teman
jalan-jalan ke Kyoto, kami akhirnya menemukan keramaian di stasiun kereta,
pusat perbelanjaan, juga terminal bus.
Nah, tempat wisata
pertama yang saya kunjungi adalah kuil Kinkakuji di Kyoto. Kesananya naik JR (Japan Railway) yang memang terbilang cukup
mahal tapi untuk jarak yang cukup jauh hanya ditempuh tidak sampai dua jam dari
Kobe rasanya sepadan. Keretanya pun cepat dan nyaman, gak (boleh) berisik
apalagi makan/nyemil. Terkukung lah
hasrat kami yang biasanya cas-cis-cus mau di kereta atau bus karena melihat
sekeliling yang aduuh adem anyem diem. Tapi memang bagusnya seperti itu, kan
tempat umum. Kuil Kinkakuji atau Temple
of the Golden Pavilion merupakan kuil yang dikelilingi taman-taman indah
dan juga danau. Di dalam tamannya ada paviliun emas yang konon keseluruhan
pavilionnya dilapisi emas kecuali lantai dasar (sayang kalo diinjek kali hehe).
Peristiwa memalukan itu pun terjadi. Kami sempatkan beli oleh-oleh di
salah satu stand di pintu keluar Kinkaikuji, pilah-pilih ini itu cari yang agak murah ngobrol berbahasa
Indonesia jadi bisa cekikikan ngomong seenaknya dan datanglah suara Bapak-bapak
memotong “udah gak usah dipilih-pilih” Eh, orang kita! itu pertama! Hal lain terjadi
ketika saya naik eskalator untuk kembali menuju stasiun JR. Saya dan teman
asyik ngobrol sana sini mengomentari pohon natal besar di depan kami sambil berdiri
bersampingan di eskalator (seperti biasa dimanapun kan!) tapi tidak
memperhatikan kalau orang-orang di depan saya semuanya berdiri di sisi kiri
eskalator hingga ada seseorang di belakang saya mendekat cepat tiba-tiba
berhenti kemudian diam cukup lama dan (untungnya) saya sadar untuk kemudian
bergeser mempersilahkan Bapak Jepang itu lewat (Oalaah sisi kiri untuk yang
diam, sisi kanan untuk mereka yang buru-buru/menyusul) disiplin sekali! Kepikiran ya! Hebat! Dan
saya malu lagi! Huhu
Masjid ini dekat dengan Kobe Halal Food. |
Oia, tentang orang
Indonesia di Kobe, selain Bapak di Kuil Kinkakuji saya pun bertemu dua lainnya.
Ada Bapak pelaut yang bertemu di tengah jalan sewaktu saya cari oleh-oleh
disekitar hotel juga mahasiswi yang menjaga toko Kobe Halal Food. Senang
rasanya! Semoga mereka ingat pulang (hehe). Jalan-jalan kedua saya adalah
mencari Masjid Muslim Kobe yang menjadi masjid pertama di Jepang dan tetap
berdiri kokoh baik ketika dihantam bom atom Perang Dunia II maupun gempa 7.2 SR
di tahun 1995. Setelah 'coba' baca peta dan berjalan kaki sekian lama kami
menemukan masjid itu diantara pemukiman penduduk. Udara di dalam masjid jauh
lebih hangat dari udara luar yang, aduh, mulai dari hari pertama datang saya
sudah kedinginan hebat, untung tidak ada salju. Penghangat di dalam masjid ini
sangat membantu kami shalat isya dengan khusuk. Jemaahnya memang lebih banyak
dari warga pendatang atau keturunan Arab/Melayu. Ketika kami memasuki masjid
pun seorang Bapak berparas Arab menyapa kami dengan “Indonesia ya?” (Yailah, kelihatan
banget ya?).
Senang rasanya bisa
menikmati Jepang dari berbagai sisi mulai dari melihat kedisiplinan warga Kobe, hidup ala
kota megapolitan dengan segala kemajuan dan kecanggihan sistem dan teknologinya
(kereta, bangunan, bahkan tata jembatan dan jalan rayanya itu bagus sekali) kebudayaan
yang kental di kuil Kinkaikuji sampai seperti menemukan ‘rumah’ di Masjid
Muslim Kobe. Dan akhirnya saya sadar, semakin lama saya berada di Kobe, saya
justru rindu dengan Indonesia, bukan saja karena makanannya (susah di Kobe cari
yang ‘cocok’) tapi juga suasananya, hawanya, semrawutnya bahkan ramainya Indonesia (hehe). Selain rindu, ternyata saya semakin menghargai Indonesia dengan segala kelebihannya
disaat masih banyak penduduknya yang meragukan negara ini. Mungkin seperti
banyak orang bilang, kita sadar bahwa kita menyukai seseorang justru ketika
orang tersebut pergi, nah, cara yang sama mungkin bisa dilakukan, cintailah
negeri ini dengan berpetualang ke sebanyak mungkin negeri di luar sana karena bisa
jadi kita justru akan lebih mencitai Indonesia dan selalu ingin segera kembali menjelajah
Indonesia. Saya akan coba cara itu!
Malam itu di pesawat
menuju pulang, saya berpikir untuk terus mencoba hal baik yang saya dapatkan
dari Kobe, kedisiplinan, keteraturan karena mungkin yang dibutuhkan negara ini
hanya orang-orang yang mau bergerak maju dan berpikir bak negara maju tapi
tetap berbudi Indonesia.
Mumpung ke luar negeri, sekalian belajar!
Aduhh mas, karen seh kamu udah ke jepang...kapan lg aku akan ke sana ye spt kamu.. =(
ReplyDeleteAyo kesana, mesti menabung kan..
DeleteKalau untuk pasar tradisional atau penjual makanan jalanan di kobe, terletak di daerah mana, ya, mas?
ReplyDeleteaduh, kalo yang ini kurang mudeng -.-' karena gak sempat jauh2 kemana-mana
Deletenanti bisa dibantu sharing ya kalau sudah ketemu ^.^
Membuat saya makin ingin ke Jepang. Masih ada tulisan tentang Jepangkah, Mas?
ReplyDelete