Sunday 20 January 2013

Menuju Way Kambas (day1): ‘Ngeteng’ ke Bandar Lampung

Ngeteng? ya jalan lah..
Perjalanan ke pulau Sumatera kali ini memang bukan yang pertama, tapi ini jadi pengalaman saya pertama naik kapal ferry, lalu pertama kali bermalam di masjid, pertama kali naik gajah, sampai pertama kali didatengin polisi bak tersangka teroris. Rasanya campur aduk! Saya jadi ingat salah satu kalimat, “Kapan terakhir kali anda melakukan sesuatu untuk pertama kalinya?” kalau tidak bisa jawab, waktunya jalan-jalan. Jadi kesanalah saya, Lampung. 

Untuk menuju provinsi Lampung saya bisa saja menggunakan Damri dari Stasiun Gambir tapi nyatanya saya pakai jalur repot alias ‘ngeteng’. Mungkin sisi baiknya cara ini lebih murah bisa sampai setengah harga Damri serta waktu yang lebih fleksibel, tapi apakah ada sisi gak enaknya? ya ada tapi buat saya mah seru-seru aja lah hehe.

antri ni siap-siap ke kapal
Jam 6 pagi saya dan seorang teman meninggalkan rumah menuju Pasar Rebo untuk cari bus ke Merak. Infonya sih bus yang melayani rute Jakarta-Merak ada Primajasa, Arimbi, Bima Suci, Armada, Laju Prima yang semuanya sudah AC. Saya mah mana aja lah yang penting murah (padahal harganya sama semua) dan tak lama naiklah saya ke Arimbi yang untungnya masih kosong jadi nyaman bisa duduk manis dan lega. Mungkin karena masih pagi atau memang belum rezeki sang supir sudah keluar masuk tol nunggu di slipi, di kebon jeruk tapi bisnya tak kunjung penuh dan terjadilah, si Arimbi menurunkan kami di Serang, apes!! Alasan yang dipakai ‘busnya mau tambal ban’ tapi katanya penumpang yang mau ke daerah Serang gak usah ganti bus hehe. Jadi lebih lama lah saya sampai di Merak sekitar jam 10.30 siang.

cukup nyaman kok, kalau sepi hehe
Pelabuhan yang beroperasi 24 jam ini memang  bagus dan cukup bersih, walaupun harus jalan agak jauh menuju pelabuhan tapi disediakan jalur pedestrian yang berkanopi dan cukup nyaman apalagi memang sedang hujan. Beruntung saya berangkat masih cukup jauh dari liburan Natal-Tahun Baru jadi masih agak sepi penumpangnya. Di jalur pedestrian ini pun banyak pedagang jadi mudah kalau mau beli bekal dulu dan memang lebih baik beli diluar kapal. Ada satu percakapan lucu di dalam kapal ketika seorang bapak disamping saya menanyakan harga minuman kaleng ke perempuan muda yang menjualkannya. Ternyata harganya naik  5 ribu, si Bapak bilang “kayak di kapal aja!” si mbak cuma tersenyum.
So, mau beli Pop Mie 4 ribu di Indomaret atau 10 ribu di kapal?


Pemandangannya memanjakan mata. Awan putih kelabu seakan turun menyentuh puncak bukit, cukup untuk membuat siapa saja yang melihatnya tersenyum atau sesekali berdecak kagum. Dari atas kapal hawa dingin pun seperti terlukiskan dibalik pemandangan itu, berpadu dengan air laut jernih yang membentuk riak kecil karena gerimis yang jatuh diatasnya. Pelabuhan Merak indah. Sekitar jam 11-an kapal KMP Shalem yang saya tumpangi mulai bergerak membelah Selat Sunda. Jalannya lumayan cepat, padahal saat gerimis angin pun agak kencang jadi ombak juga agak besar, jadilah agak mual juga perut hehe. Biarkata anak jurusan kelautan juga bisa pusing karena udah lama gak ke laut lagi (alasan!). Tiketnya murah, hanya 11.500 rupiah untuk sekali nyebrang dan bisa upgrade kelas ke eksekutif (plus AC) dengan tambahan 10 ribu rupiah saja. Kalau downgrade kemana coba?
pemandangan dari KMP Shalem, bagus!
Jam 2 siang kami tiba di Pelabuhan Bakauheni, pintu masuk utama menuju Sumatera. Kita akan disambut Menara Siger (Landmark Lampung; mahkota dikepala pengantin perempuan). Terminal Bakauheni lokasinya jadi satu dengan pelabuhan jadi tak perlu jalan jauh seperti di Merak, tapi siap-siap hadapi calo-calo bus atau travel yang nggragas di pintu keluar. Siap dideketin dan ditanya. Dijamin kemampuan ngeles kita meningkat, saya sendiri sempat cari banyak alasan untuk menghindari mereka. Alasan jitu yang saya pakai akhirnya “mau makan dulu” hahaha sipp! Eh dibales “iya ditungguin kok” waduhh! Tapi ternyata dia gak sesabar itu, plus saya yang langsung ngacir ke warung di dalam terminal. Enaknya makan dulu selain perut kenyang, saya bisa berfikir mau gimana.
Itu Siger! juga Gn. Rajabasa! Selamat datang di Lampung

Dan akhirnya setelah tanya sana sini diputuskanlah naik travel. Ada dua jenis angkutan memang  menuju Bandar Lampung, bisa bus atau travel, mobil plat hitam yang siap antar penumpang. Harga keduanya sama kalau bisa bertahan nawar ke travel, seperti halnya kita yang keukeuh di angka 25 ribu sampai pusat kota. Kalau naik bus kita harus lanjut angkot dari Terminal Rajabasa dan ngetem nya itu loh yang gak tahan. Perjalanan kami tempuh selama hampir dua jam. Pemandangannya bagus benar, sawah hijau berlatar Gunung Rajabasa plus jalanan yang lancar. Bandar Lampung itu ada di pinggir Teluk Lampung, jadi pemandangan teluk berair biru pun akan banyak kita lihat. Banyak kapal-kapal juga yang bersandar. 

"jangan moto aja, uang..uang"
itu kata mereka :) anyway
water trepen-nya jagoo!!
Sekitar pukul 5 sore saya sampai di stasiun Tanjung Karang. Hotel Ria di Jl. Kartini jadi sasaran kami setelah browsing internet karena murah (tetep) dan strategis. Harganya mulai 120 ribu per kamar, dua tempat tidur tanpa AC. Lumayan lah, toh hanya untuk tidur, besok pagi-pagi kami sudah pergi lagi. Infonya sih ada penginapan dekat stasiun yang satu malamnya cuma 25 ribu, kayak apa itu ya? Bandar Lampung kotanya besar. Sebagai kota tujuan transmigrasi, penduduknya memang sudah sangat campuran, malah kami banyak ketemu orang jawa, makanan pun makanan jawa. Uniknya, lambang Siger banyak dimana-mana, di depan pintu setiap toko sampai di atap gedung jadi tetap gak berasa kayak di jawa. Malam itu kami tidur sangat larut karena asik jalan-jalan malam, semoga saja besok akan lebih asik.

Selanjutnya... Menuju Way Kambas (day2) : Tulang Bawang itu jauuuh


2 comments:

  1. Ternyata memang rumus ngeteng = siap ngetem itu erlaku di seluruh Indonesia ya, but..there's no reason to not enjoy your trip if you can go with friends, no matter how the situation is..

    ReplyDelete
  2. yupp.. mungkin kaya kata orang berdua lebih baik lah hehe..

    ReplyDelete