im going to meet her :) |
“Loh kenapa jadi ke
Tulang Bawang?”
Kalau ngeh sama petanya Lampung, menuju Tulang
Bawang itu seperti ‘kesasar bloon’ kalau memang tujuannya adalah Way Kambas karena
totally beda arah hehe. Tapi
kesanalah kami karena tujuan lain, menghadiri pernikahan salah satu teman (niat
yah?!). Bukan pernikahannya yang akan saya ceritakan, tapi bagaimana perjalanan
menuju kesana yang ternyata gak cuma jauh tapi menarik. Seperti kata pepatah
lagi, it is not about the destination but
the journey.
Trans Lampung
Senang rasanya banyak
kota di Indonesia, yang sudah ‘berusaha’ membuat transportasi massal yang
nyaman, harga terjangkau serta relatif aman, di Lampung contohnya adalah Trans
Lampung. Dari yang saya pernah kunjungi, transportasi model shelter ini sudah
ada di Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Jogja, Palembang dan semoga lebih banyak
lagi. Tapi Trans Lampung ternyata punya keunikan sendiri.
Pagi-pagi sekali kami
cari sarapan dan cari info bagaimana menuju Tulang Bawang. Dan ternyata kami
harus ke Terminal Rajabasa, terminal besar di B.Lampung dan naik bus arah Way
Abung. Lalu untuk menuju terminal bisa dengan angkot (disebut juga taksi) atau
pakai jasa Trans Lampung. Kalau kata mas-mas pedagang pulsa mah “naik aja Trans Lampung arah
Rajabasa, stop aja di pinggir jalan” Wahh! Tanpa shelter dengan bus setinggi
itu? tapi dilihat-lihat memang jarang kelihatan bangunan shelter tempat bus-bus
Trans biasanya berhenti.
Jam 8 pagi kami berdiri
di depan penginapan, tunggu angkutan untuk menuju Rajabasa. Kondisi jalan di
Sabtu pagi ini cukup lengang, udara dataran rendah Bandar Lampung memang tidak
sedingin di Sumatera bagian barat yang dekat dengan pegunungan, tapi cukup
menyegarkan bagi kami yang sedang semangat menuju petualangan berikutnya. Tidak
banyak taksi yang menuju terminal begitu pula Trans Lampung, sampai akhirnya
tibalah Trans yang seiman dengan kami, Rajabasa! Tangan saya tidak melambai
(malu! Masa bus Trans di stop), tapi mata saya melihat sang supir yang kemudian
seakan mengerti arti pandangan saya (atau udah biasa dibeginiin kalau mau naik Trans) dan terjadilah, busnya berhenti,
kami pun naik lewat pintu depan. Dan si Mas pulsa pun benar!! Cukup banyak
penumpang didalam bus, mungkin karena harganya juga terjangkau 2500 rupiah saja
sekali perjalanan, dan cukup banyak juga penumpang turun di pinggir jalan,
tanpa shelter! Tapi kesannya seperti diburu-buru alias kucingan-kucingan entah
dengan petugas ataupun taksi lain. Waduhh! Kalau kata Sketsa mah “Gak gini juga
kalii” hehe
Jalur lintas timur Sumatera
terminal Rajabasa :) seperti gunung namanya! |
Sebelum jam 9 kami sudah
sampai di Terminal besar yang menghubungkan Bandar Lampung dengan kota-kota
lain, bahkan Palembang. Terminal Rajabasa luas dan bersih. Tidak sulit
menemukan bus arah Way Abung, kan tinggal nanya. Jam 9 bus meninggalkan
terminal dengan hanya 3 orang penumpang, padahal saya sudah khawatir busnya
akan ngetem lebih lama. Tapi dia ngetem di
tempat lain ternyata, tetep.
Mini bus ini kemudian
menyusuri sebagian Lintas Timur Sumatera, jalur yang biasa dipakai ketika ingin
menuju Palembang atau Jambi. Jalur nya ternyata cukup mulus walau beberapa
titik memang masih banyak lubang yang akan sangat berpengaruh bagi mereka pengendara
motor karena bisa celaka. Mungkin lubang ini juga terjadi karena banyaknya truk
muatan berat yang melintas mulai dari yang rodanya 6 sampai 22! (sempet
hitung-hitungan ban sama si eko hehe) Bayangkan beratnya beban yang harus ditanggung
si jalur lintas.
Pemandangannya bagus di
sepanjang perjalanan, sawah-sawah hijau luas dengan latar perkebunan kelapa
sawit di belakangnya ataupun perkebunan pisang. Sesekali diselingi pemukiman
penduduk. Perkebunan tebu juga banyak, karena selain terkenal akan pisangnya
provinsi ini juga memiliki beberapa perusahaan gula. Dari info yang saya dengar
memang kali ini sedang memasuki musim panen, terutama pisang. Rasanya saya pun
tidak boleh ketinggalan bawa jajanan dari pisang itu.
di beberapa titik di Lintas Sumatera banyak Jagalnya, katanya, hati-hati! |
Belajar dari Transmigrasi
Tidak sepenuhnya bus itu
melintasi Jalur Lintas Timur Sumatera, bus berbelok memasuki Kabupaten Tulang
Bawang Barat memasuki jalan yang lebih kecil, tujuan saya. Tepat tengah hari
kami sampai, lebih dari 3 jam perjalanan kami hanya diisi dengan ngobrol atau
tidur, mengistirahatkan badan. Tulang Bawang secara umum memang relatif sepi, satu-satunya
pusat keramaian mungkin adalah pasar yang juga dekat dengan sekolah. Kepadatan
rumahnya pun tidak sepadat di daerah Jawa rasanya, mungkin karena mereka ikut
program Transmigrasi di tahun 1973 dulu makanya bisa memiliki tanah yang cukup
luas per keluarganya.
Yup, Tulang bawang
menjadi salah satu tujuan Transmigrasi di provinsi Lampung. Akhirnya saya
melihat sendiri aplikasi dari apa yang saya pelajari dulu di sekolah mengenai
apa itu Transmigrasi. Tapi jangan dibayangkan daerahnya seperti di suku-suku
pedalaman. Dari hasil ngobrol sana-sini banyak fakta yang ditemukan. Transportasi
antar kampung memang hanya ojek yang biasanya ada di pasar dan jarang, jadi setiap
rumah pasti punya kendaraan, satu rumah pasti punya satu motor bahkan lebih,
tuh! Listrik memang tidak langsung masuk di 1973 kira-kira 10 tahun setelahnya,
tapi sekarang pun masih sering mati lampu, dan lama! Saat pernikahan teman saya
pun sebetulnya sedang mati lampu bahkan dari sehari sebelumnya, makanya setiap
rumah pasti punya genset, Nah! Di zaman transmigrasi dulu pekerjaan mereka
tentunya adalah bertani karena tanahnya juga memang bagus untuk ditanami
apapun, walau sekarang beberapa sudah bekerja di pabrik gula tapi masih banyak
yang memili tanah/sawah dalam hitungan hektare! Wow kan!
tenangnya di Tulang Bawang :) |
Fakta menarik lainnya,
dalam satu RK atau kecamatan pasti terdapat dua sampai tiga pasar yang hari
bukanya pasti bergantian. Kedua, masuk ke Tulang Bawang memang sudah sangat
terasa seperti di Jawa bukan lagi Lampung, bahasanya sudah pasti jawa, hajatan
ala jawa, anak kecil pun sudah fasih berbahasa jawa. Dulu di program
transmigrasi memang satu suku/asal daerah akan dikelompokan. Jadi kita akan
menemukan mana kampung Jember, mana kampung Jogja, Bali, Madiun dll
(Alhamdulillah rukun ya). Terakhir, di Tulang Bawang indah kalau malam, karena
tidak ada lampu penerang jalan hanya mengandalkan teras rumah maka saya bisa
menikmati indahnya bintang malam hari, karena kondisi sekitar gelap. Bintangnya
terlihat banyak dan indah J
Dari dulu pengen tau ras aslinya Lampung seperti apa, tapi selama ini taunya cuma yang nyerempet-nyerempet wong jowo..mungkin emang harus self visit someday..
ReplyDeletehehe yang nyerempet emang udah banyak banget...
ReplyDeleteyes please,,,make your plan :) gonna be fun :)
Bay tenkyu ya...
ReplyDeleteSdh jauh2 dtg
Demii gajah... Ups salah
Sngt mengesankan akan kedatangan kalian
Tdk menyangka akan ada penampakan dlm pernikahan itu
Heheheheheh
sama-samaa :) titip gajah yaa
Deletekeren perjalanannya. seru banget kayaknya, thanks gan
ReplyDeleteTerima kasih.. iya betul seru..
Delete