Monday 9 July 2012

Dieng, keindahan alam dibalik si rambut Gembel

Dua anak laki-laki duduk persis disebelah saya di deretan tempat duduk paling belakang, cukup jauh diluar jangkauan kedua orang tuanya. Sang kakak terlihat selalu sigap menjaga dan memperhatikan adiknya yang saya rasa umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja. Sikap dewasa-dini yang muncul karena terdesak keadaan dan berhasil membuat saya tersenyum sendiri, kagum (hehe), maklum bus ekonomi non-AC Putri Jaya yang kami tumpangi kondisinya memang tidak begitu menyenangkan bagi anak-anak ini. Bayangkan banyaknya mereka yang merokok sepanjang perjalanan sampai dua buah motor yang dengan sukses berhasil diangkut masuk kedalam bus yang posisinya persis didepan saya dan anak-anak tersebut. Mantap!!

Panitia adat melakukan persiapan
di pelataran Candi Arjuna
Mungkin nasib keluarga ini sama seperti saya yang sebelumnya tidak pernah terpikir bakal join dengan Putri Jaya, tapi untuk langsung menuju Wonosobo malam itu kami memang kehabisan bus. Padahal saya dan seorang teman kantor sudah bekerja keras mulai dari izin tango alias ‘teng’ langsung ‘go’ jam enam sore sampai cari taksi di Jumat malam yang ternyata susahnya minta ampun! Dan akhirnya disinilah kami, pukul sembilan malam tepat Putri Jaya meluncur dari Pulo Gadung menuju Purwokerto, salah satu kota transit untuk kemudian menuju Wonosobo lalu Dieng. Ya, tujuan kami adalah mengikuti acara kebudayaan tahunan Dieng yang kali ini memasuki tahunnya yang ketiga (Dieng Culture Festival III). Akan ada banyak pagelaran seni budaya mulai dari tari topeng, barongsai, minum Purwaceng bersama, pertunjukan wayang kulit sampai ritual pemotongan rambut gembel yang fenomenal itu. Bakal seru!!


Sepuluh jam kemudian kami sudah sampai di terminal Purwokerto, mata langsung gesit cari bus tujuan berikutnya. Adalah Cenong Jaya, minibus yang akhirnya membawa kami ke Wonosobo dengan tarif Rp. 20.000 per orang, jadi total harga Jakarta – Wonosobo via Purwokerto adalah Rp. 80.000, harga normal Jakarta langsung Wonosobo adalah Rp. 65.000 – Rp. 80.000 (bus yang melayani trayek langsung ; Sinar Jaya, DMI, Dieng Indah, Lorena, Pahala  Kencana).

Belum juga selesai, kami masih harus naik bus yang lebih kecil menuju Dieng dengan tarif Rp.8.000, tidak lebih dari dua jam perjalanan. Kali ini jalanan yang dilewati bus juga jauh lebih kecil dan selalu berkelok turun naik menapaki perbukitan, tapi pemandangan dan udara yang ditawarkan memang sepadan, kita bisa melihat  Gn. Sindoro (3.151 m) dan Gn. Sumbing (3.371 m) dengan jelas. Karena letaknya yang bersebelahan kedua gunung ini biasa disebut dengan gunung kembar,keduanya  juga merupakan ‘salah dua’ dari tempat pendakian favorit di Jawa.
menuju Dataran Tinggi Dieng.. :)
Sekali lagi, saya kembali punya kesempatan menikmati udara dingin yang segar sembari memanjakan mata ke pemandangan lembah hijau luas di bawah bukit yang banyak diisi sawah dan rumah-rumah penduduk di sela-selanya. Banyak penumpang yang turun naik dari bis kami, rasanya seperti kami yang paling jauh. Obrolan-obrolan yang selalu terdengar dari mereka menyadarkan saya bahwa inilah Dieng, tempat dimana kekeluargaan, seni dan budaya Jawanya yang kental dapat menjadikan dataran tinggi ini tetap terasa hangat bagi siapapun.

Salah satu teman yang memang tinggal di Dieng mengantarkan kami ke penginapan yang sebelumnya sudah ia pesan. Penginapan ala ‘lesehan’ dimana hanya ada satu ruangan besar yang diisi oleh lebih dari 10 orang ini terasa jauh lebih hangat sekalipun dibandingkan udara siang di luar sana. Sebetulnya Guest House banyak tersedia disini dengan harga mulai dari 150ribuan, tapi di musim festival seperti ini tempat-tempat tersebut sudah pasti penuh dipesan jauh hari sebelumnya. Rumah penduduk jadi sasaran berikutnya, dengan harga 30 ribuan saja lesehan seperti kami ini juga cukup nyaman, yang pasti lebih murah dan rasanya lebih bisa mengakrabkan satu dan lainnya.

Tak mau berlama-lama kami langsung menuju pelataran Candi Arjuna yang menjadi pusat kegiatan Dieng Culture Festival, hanya sekitar lima menit berjalan kaki dari penginapan. Kami memang terlewat beberapa kegiatan di pagi hari seperti Jalan sehat serta acara minum Purwaceng bersama. Satu lagi yang menarik, Purwaceng! ramuan obat dari akar tumbuhan khas Dieng yang diyakini berkhasiat meningkatkan stamina tubuh, otot dan juga saraf.  Punya gangguan stamina? Cobalah meramu Purwaceng cukup hanya seujung jari dan khasiatnya sudah tentu mantabz!! (haha) setidaknya itulah yang saya tangkap dari ucapan Pak Saroji, penjual salah satu merek purwaceng di Dieng yang kami temui langsung waktu itu. 

Festival ini memang berhasil menarik banyak wisatawan baik lokal sampai interlokal (baca: bule). Dari info seorang teman yang juga panitia penyelenggara, biaya pendaftaran untuk mengikuti keseluruhan acara selama dua hari adalah Rp. 60.000 dan peserta gerak jalan di hari pertama sudah ada ribuan orang, hebat kan!! Saya sendiri sih termasuk peserta ‘comotan’ yang merasa tidak terlalu perlu mengikuti setiap detil acara atau sekedar untuk mendapatkan goody bag dan semacamnya.

Pagelaran seni dan tari ditampilkan di sisa hari pertama, pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk dan pesta kembang api juga memeriahkan malam. Setelah sekian lama saya kembali menyaksikan wayang kulit secara langsung, seni yang berakar dari peradaban hindu jawa ini memang selalu menarik. Bersama banyak warga kami mendengarkan lantunan lagu jawa dari suara sinden yang artinya pertunjukkan akan segera dimulai dan dalang pun mulai memainkan perannya. Rasanya dengan iringan gamelan dan juga permainan lampu yang semakin canggih, wayang kulit seperti tidak ingin kehilangan jatidirinya di tengah banyaknya alternatif hiburan. Berbekal kemampuan pemahaman bahasa jawa yang minim saya coba ikuti setiap action sang dalang. Sampai dua jam berlalu, dingin dan mata yang sudah tak pengertian ini memaksa saya untuk pulang. Sebelum pulang saya sempat menyaksikan si dalang setelah dengan semangatnya memerankan tokoh (yang kelihatannya seperti) Hanoman, Bima dan Buto Ijo kemudian sontak  berdiri dan duel dengan si Buto Ijo (haha) saya bingung sambil senyum senang, improvisasinya boleh juga Pakdal !! 

3 comments:

  1. Huahhh..kapan bisa merasakan eksotisnya Dieng ini...??

    ReplyDelete
  2. Soo..Dieng is on my list now..you'll be my tour guide there..

    ReplyDelete