Dua anak laki-laki duduk
persis disebelah saya di deretan tempat duduk paling belakang, cukup jauh diluar
jangkauan kedua orang tuanya. Sang kakak terlihat selalu sigap menjaga dan
memperhatikan adiknya yang saya rasa umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja.
Sikap dewasa-dini yang muncul karena terdesak keadaan dan berhasil membuat saya
tersenyum sendiri, kagum (hehe), maklum bus ekonomi non-AC Putri Jaya yang kami
tumpangi kondisinya memang tidak begitu menyenangkan bagi anak-anak ini.
Bayangkan banyaknya mereka yang merokok sepanjang perjalanan sampai dua buah
motor yang dengan sukses berhasil diangkut masuk kedalam bus yang posisinya
persis didepan saya dan anak-anak tersebut. Mantap!!
 |
Panitia adat melakukan persiapan
di pelataran Candi Arjuna |
Mungkin nasib keluarga ini sama
seperti saya yang sebelumnya tidak pernah terpikir
bakal join dengan Putri Jaya, tapi untuk langsung menuju Wonosobo
malam itu kami memang kehabisan bus. Padahal saya dan seorang teman kantor
sudah bekerja keras mulai dari izin
tango
alias ‘teng’ langsung ‘go’ jam enam sore sampai cari taksi di Jumat malam
yang ternyata susahnya minta ampun! Dan akhirnya disinilah kami, pukul sembilan
malam tepat Putri Jaya meluncur dari Pulo Gadung menuju Purwokerto, salah satu
kota transit untuk kemudian menuju Wonosobo lalu Dieng. Ya, tujuan kami adalah
mengikuti acara kebudayaan tahunan Dieng yang kali ini memasuki tahunnya yang
ketiga (
Dieng Culture Festival III).
Akan ada banyak pagelaran seni budaya mulai dari tari topeng, barongsai, minum
Purwaceng bersama, pertunjukan wayang kulit sampai ritual pemotongan rambut
gembel yang fenomenal itu.
Bakal seru!!
Sepuluh jam kemudian kami sudah
sampai di terminal Purwokerto, mata langsung gesit cari bus tujuan berikutnya. Adalah
Cenong Jaya, minibus yang akhirnya membawa kami ke Wonosobo dengan tarif Rp.
20.000 per orang, jadi total harga Jakarta – Wonosobo via Purwokerto adalah Rp.
80.000, harga normal Jakarta langsung Wonosobo adalah Rp. 65.000 – Rp. 80.000
(bus yang melayani trayek langsung ; Sinar Jaya, DMI, Dieng Indah, Lorena,
Pahala Kencana).
Belum juga selesai, kami masih
harus naik bus yang lebih kecil menuju Dieng dengan tarif Rp.8.000, tidak lebih
dari dua jam perjalanan. Kali ini jalanan yang dilewati bus juga jauh lebih
kecil dan selalu berkelok turun naik menapaki perbukitan, tapi pemandangan dan
udara yang ditawarkan memang sepadan, kita bisa melihat Gn. Sindoro (3.151 m) dan Gn. Sumbing (3.371
m) dengan jelas. Karena letaknya yang bersebelahan kedua gunung ini biasa
disebut dengan gunung kembar,keduanya
juga merupakan ‘salah dua’ dari tempat pendakian favorit di Jawa.
 |
menuju Dataran Tinggi Dieng.. :) |
Sekali lagi, saya kembali
punya kesempatan menikmati udara dingin yang segar sembari memanjakan mata ke
pemandangan lembah hijau luas di bawah bukit yang banyak diisi sawah dan rumah-rumah
penduduk di sela-selanya. Banyak penumpang yang turun naik dari bis kami,
rasanya seperti kami yang paling jauh. Obrolan-obrolan yang selalu terdengar
dari mereka menyadarkan saya bahwa inilah Dieng, tempat dimana kekeluargaan,
seni dan budaya Jawanya yang kental dapat menjadikan dataran tinggi ini tetap
terasa hangat bagi siapapun.
Salah satu teman yang memang
tinggal di Dieng mengantarkan kami ke penginapan yang sebelumnya sudah ia
pesan. Penginapan ala ‘lesehan’ dimana hanya ada satu ruangan besar yang diisi
oleh lebih dari 10 orang ini terasa jauh lebih hangat sekalipun dibandingkan
udara siang di luar sana. Sebetulnya Guest House banyak tersedia disini dengan
harga mulai dari 150ribuan, tapi di musim festival seperti ini tempat-tempat
tersebut sudah pasti penuh dipesan jauh hari sebelumnya. Rumah penduduk jadi
sasaran berikutnya, dengan harga 30 ribuan saja lesehan seperti kami ini juga
cukup nyaman, yang pasti lebih murah dan rasanya lebih bisa mengakrabkan satu
dan lainnya.
Tak mau berlama-lama kami langsung
menuju pelataran Candi Arjuna yang menjadi pusat kegiatan Dieng Culture
Festival, hanya sekitar lima menit berjalan kaki dari penginapan. Kami memang terlewat
beberapa kegiatan di pagi hari seperti Jalan sehat serta acara minum Purwaceng
bersama. Satu lagi yang menarik, Purwaceng! ramuan obat dari akar tumbuhan khas
Dieng yang diyakini berkhasiat meningkatkan stamina tubuh, otot dan juga saraf.
Punya gangguan stamina? Cobalah meramu
Purwaceng cukup hanya seujung jari dan khasiatnya sudah tentu mantabz!! (haha)
setidaknya itulah yang saya tangkap dari ucapan Pak Saroji, penjual salah satu
merek purwaceng di Dieng yang kami temui langsung waktu itu.
Festival ini memang berhasil
menarik banyak wisatawan baik lokal sampai interlokal (baca: bule). Dari info
seorang teman yang juga panitia penyelenggara, biaya pendaftaran untuk
mengikuti keseluruhan acara selama dua hari adalah Rp. 60.000 dan peserta gerak
jalan di hari pertama sudah ada ribuan orang, hebat kan!! Saya sendiri sih
termasuk peserta ‘comotan’ yang merasa tidak terlalu perlu mengikuti setiap
detil acara atau sekedar untuk mendapatkan goody bag dan semacamnya.

Pagelaran seni dan tari ditampilkan
di sisa hari pertama, pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk dan pesta
kembang api juga memeriahkan malam. Setelah sekian lama saya kembali
menyaksikan wayang kulit secara langsung, seni yang berakar dari peradaban
hindu jawa ini memang selalu menarik. Bersama banyak warga kami mendengarkan
lantunan lagu jawa dari suara sinden yang artinya pertunjukkan akan segera
dimulai dan dalang pun mulai memainkan perannya. Rasanya dengan iringan gamelan
dan juga permainan lampu yang semakin canggih, wayang kulit seperti tidak ingin
kehilangan jatidirinya di tengah banyaknya alternatif hiburan. Berbekal
kemampuan pemahaman bahasa jawa yang minim saya coba ikuti setiap
action sang dalang. Sampai dua jam
berlalu, dingin dan mata yang sudah tak pengertian ini memaksa saya untuk
pulang. Sebelum pulang saya sempat menyaksikan si dalang setelah dengan semangatnya
memerankan tokoh (yang kelihatannya seperti) Hanoman, Bima dan Buto Ijo
kemudian sontak berdiri dan duel dengan
si Buto Ijo (haha) saya bingung sambil senyum senang, improvisasinya boleh juga
Pakdal !!
Huahhh..kapan bisa merasakan eksotisnya Dieng ini...??
ReplyDeletehayuuukk,,, tancapp!!
ReplyDeleteSoo..Dieng is on my list now..you'll be my tour guide there..
ReplyDelete