Sunday 30 June 2013

‘Mumpung’ story (eps.2) : Balikpapan


Tempat sampah di angkot
Ikut repot cari-cari akomodasi yang nyaman tapi juga tidak ‘membobol’ habis kas kantor (hehe) ternyata juga saya lakukan ketika dapat giliran dinas luar kota beberapa kali ke Balikpapan. Maklum, pulau Kalimantan ini baru saja ‘dijajaki’ oleh kantor saya, jadinya ya semua serba yang pertama, cari hotel yang baik, transportasi selama disana yang nyaman sampai muter cari calon lokasi bisnis yang strategis. Lain cerita lah dengan Medan, saya tinggal ‘ngeloyor’ kesana kemari karena ikut sistem berjalan, malah punya banyak waktu untuk jalan-jalan (hihihi). Tapi di Balikpapan? Rasanya kerja dan kerja!

Kota Balikpapan memang tidak terlalu besar, kalau kata salah satu rekan disana ‘ya masnya naik mobil 30 menit muter-muter Balikpapan juga selesai’ dan kemacetan memang bukan isu utama di kota maju ini, karena memang tidak pernah ada kemacetan berarti. Kota pinggir pantai ini sangatlah tertib, rapih, bersih, tenang cenderung sepi tapi tetap modern. Tidak heran setelah jarang absen dapat piala Adipura (hampir yang ke-16 kali!!) Balikpapan di tahun 2013 ini juga mendapat predikat kota terbersih se-ASEAN oleh ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities (AWGESC). Balikpapan berada diurutan kedua setelah kota Phitsanulok (Thailand), hebat ya! Dan semoga semakin banyak lagi kota di Indonesia yang juga ‘bersih’. 

Novotel (asiarooms.com)
Bicara akomodasi. Novotel, salah satu hotel bintang empat di Jl.Brigjen Ery Suparjan mungkin bisa jadi pilihan. Hotel bertaraf internasional ini memang asik lah, kamar yang sudah pasti nyaman, restoran dengan menu enak dan lebih beragam (setelah saya banding-bandingkan) serta yang unik adalah kolam renang di jajaran lantai teratas. Ya, yang saya senangi disini memang pengalaman berenang sore-sore berlatar pantai di kejauhan merasakan sensasi berenang menuju lautan atau di kesempatan lain hanya duduk-duduk santai di pinggir kolam menikmati matahari sore juga menyenangkan.

Lain halnya dengan Le Grandeur di Jl. Jend. Sudirman. Hotel ini memiliki keuntungan sendiri karena punya ‘pantai pribadi’, ya dari lobby hotel kita bisa langsung bermain di pantai dan menikmati ombak tenangnya, boleh juga sambil pesan seafood di restoran yang tersedia di pinggir pantai. Hotel ini juga kerap dijadikan arena family gathering beberapa perusahaan di Balikpapan dan sekitarnya, mungkin juga karena daya tarik pantai pribadi ini. Sayang, waktu pertama kali saya kepantai, kok ya banyak sampah di pinggirnya. ‘Ah mungkin belum dibersihkan saja’ pikir saya, dan saya tetap lanjut jepret sana-sini ‘nyari’ si matahari senja. Nah, untuk kolam renang sih memang tidak lebih besar dari Novotel tapi di Le Grandeur lingkungannya lebih asri dan hijau, kolamnya manis sekali diselingi gazeebo dan juga dekat dengan fitness centre. Asik lah! 

Sunday 9 June 2013

‘Mumpung’ story (eps.1) : Medan

Kesempatan jalan-jalan ternyata juga bisa didapatkan ketika kita sedang tugas kerja keluar kota. Sambil menyelam minum air katanya mah. Memang, alokasi waktu untuk menjelajah tidaklah banyak tapi keuntungannya kita bisa berhemat untuk urusan transportasi dan akomodasi. Paling hanya butuh transportasi dalam kota. Tapi rasanya sah-sah saja yang penting tidak melalaikan tugas utama dan ingat untuk pulang ke kota asal (hehe). Sayang saja kalau kita tidak cukup mengenal daerah yang kita singgahi, supaya banyak yang bisa dikenang gitu mosok cuma tentang kerjaannya saja. Tambah sayang lagi ketika waktu luang kita hanya dihabiskan di penginapan atau hotel.

Horas!
Saya ingat beberapa tahun lalu tugas pertama saya adalah mengunjungi Medan. Langsung semangat juga bingung karena saya belum pernah mengunjungi kota besar ini.

Ketika itu pesawat belum berhenti sempurna, hanya beberapa saat setelah roda kecilnya menyentuh badan landasan Polonia, awak kru pesawat dari balik mic-nya menyerukan penumpang untuk tetap duduk hingga parkir sempurna. Tidak cukup luas memang Bandar Udara Polonia jika membandingkannya dengan Jakarta, tapi keduanya sama menjadi salah dua bandar udara tersibuk di Indonesia. Tanpa menunggu lama, sekonyong-konyong beberapa (dan itu banyak) penumpang bangkit seperti tidak mendengar seruan tadi, bergegas segerakan tangan menyambar barang-barang dari balik bagasi kabin. Saya seperti terbawa efek hipnotis yang harus ikut bergerak melakukan hal yang sama, tapi rasanya tidak mungkin mempertahankan keseimbangan badan diatas pesawat yang berjalan ini yang akhirnya membuat saya tetap duduk tidak beranjak kemana-mana. Saya hanya diam, menunggu pesawat berhenti sempurna dan bertanya-tanya memandangi mereka yang “cekatan sekali” pikir saya. Dan uniknya, hal ini selanjutnya tidak saya jumpai di penerbangan saya ke kota lainnya (hehe).