Saturday 28 July 2012

Sunrise Dieng dan Ruwatan Rambut Gembel


Dieng Culture Festival hari kedua. Hari yang paling menarik. 
Pukul setengah lima pagi kami sudah dibangunkan untuk mengikuti kegiatan pertama, melihat terbitnya matahari dari puncak bukit. Waw, langsung semangat karena selama traveling saya belum pernah benar-benar serius mengikuti acara nonton sunrise alasannya kalau bukan ngantuk pasti karena terlalu dingin apalagi kalau lagi naik gunung (banyak alasan ya). Tapi kali ini harus diniatkan dan bersungguh-sungguh (hehe)!! Katanya Dieng terkenal dengan dinginnya, eh ternyata betul! Dingin airnya menusuk kulit, ampunn!! Jadi tak perlu mandi langsung pasang jaket dua lapis. Semua orang di Bluwek coffee -nama penginapan saya- sudah siap. Teman-teman mahasiswa dari Jogja memang bawa mobil sendiri. Kami? Ternyata sudah dipinjamkan motor. Yap, harus menerjang dinginnya Dieng subuh-subuh pakai motor!! Jaket dua lapis mungkin sedikit membantu tapi saya tak punya persiapan seperti sarung tangan atau masker, jadilah tangan beku mulut kering akibat kekibas angin dingin. Si Ardi malah pakai celana pendek (hehe) tancapp gan!! 

bintang di langit subuh Dieng
Kurang lebih 20 menit perjalanan yang menyiksa -karena menahan dingin- kami sampai di tempat parkir untuk kemudian melanjutkan berjalan kaki sekitar 1 km mendaki bukit. Dan sudah ada banyak sekali mobil dan motor bahkan mini bus, wisatawan yang berjalan kaki juga tak kalah banyak. Jalanan menuju puncak bukit pun antre. Eh sepanjang mendaki saya masih bisa melihat bintang di langit biru subuh ini, indah sekali. 

Ada dua puncak yang dijadikan posisi terbaik melihat matahari terbit, yang masing-masing dapat menampung 100-200 orang. Karena saya bukan yang pertama datang (bayangkan harus datang lebih awal, Brrrr) maka setiap puncaknya pun sudah terlihat penuh. Persis dibawah salah satu puncak saya mencari posisi yang pas, bersama teman-teman pendaki lain memandangi semburat kuning di timur langit yang memanjang persis didepan mata kami dan menunggu hingga akhirnya bintang besar itu muncul. Memang betul, sangat indah melihat matahari terbit, melihat bukit-bukit dibawah kami yang mulai terpapar sinar dan mengikuti hilangnya bintang karena langit beranjak terang.

Monday 9 July 2012

Dieng, keindahan alam dibalik si rambut Gembel

Dua anak laki-laki duduk persis disebelah saya di deretan tempat duduk paling belakang, cukup jauh diluar jangkauan kedua orang tuanya. Sang kakak terlihat selalu sigap menjaga dan memperhatikan adiknya yang saya rasa umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja. Sikap dewasa-dini yang muncul karena terdesak keadaan dan berhasil membuat saya tersenyum sendiri, kagum (hehe), maklum bus ekonomi non-AC Putri Jaya yang kami tumpangi kondisinya memang tidak begitu menyenangkan bagi anak-anak ini. Bayangkan banyaknya mereka yang merokok sepanjang perjalanan sampai dua buah motor yang dengan sukses berhasil diangkut masuk kedalam bus yang posisinya persis didepan saya dan anak-anak tersebut. Mantap!!

Panitia adat melakukan persiapan
di pelataran Candi Arjuna
Mungkin nasib keluarga ini sama seperti saya yang sebelumnya tidak pernah terpikir bakal join dengan Putri Jaya, tapi untuk langsung menuju Wonosobo malam itu kami memang kehabisan bus. Padahal saya dan seorang teman kantor sudah bekerja keras mulai dari izin tango alias ‘teng’ langsung ‘go’ jam enam sore sampai cari taksi di Jumat malam yang ternyata susahnya minta ampun! Dan akhirnya disinilah kami, pukul sembilan malam tepat Putri Jaya meluncur dari Pulo Gadung menuju Purwokerto, salah satu kota transit untuk kemudian menuju Wonosobo lalu Dieng. Ya, tujuan kami adalah mengikuti acara kebudayaan tahunan Dieng yang kali ini memasuki tahunnya yang ketiga (Dieng Culture Festival III). Akan ada banyak pagelaran seni budaya mulai dari tari topeng, barongsai, minum Purwaceng bersama, pertunjukan wayang kulit sampai ritual pemotongan rambut gembel yang fenomenal itu. Bakal seru!!